Strategika!

Indonesia 2050 – G7, E7, “BRIC-MIT”, N11

Posted in Ekonomi by efendi arianto on July 19, 2007

bricmit.jpg

Ditulis oleh Efendi Arianto pada Jul 19, 2007. Silahkan mengutip dengan menyebutkan sumbernya.

Sebuah catatan tentang masa depan ekonomi Indonesia yang optimis ditulis dalam “The World in 2050-How big will the major emerging market economies get and how can the OECD compete?” oleh John Hawksworth, Head of Macroeconomics, Price Waterhouse Coopers. [klik di sini untuk download naskah asli – pdf 425kb]

Dalam tulisannya, John Hawksworth memaparkan hasil kajiannya yang berisi perbandingan proyeksi pertumbuhan negara-negara maju yang tergabung dalam G7 (US, Japan, Germany, UK, France, Italy dan Canada), ditambah dengan Spain, Australia dan South Korea, dan “the seven largest emerging market economies”, yang disebut sebagai E7 (Brazil, Russia, India, China, Mexico, Indonesia, dan Turkey), yang disingkat populer menjadi BRIC-MIT.

Bagi Indonesia, paparan John Hawksworth memberikan optimisme masa depan. Karena di tahun 2050, Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar keenam dunia dibawah AS, China, India, Jepang dan Brazil. Lebih besar dari kekuatan ekonomi dunia saat ini seperti Jerman, UK, Kanada, Perancis dan Itali. Pada tahun 2050 GDP per capita Indonesia diproyeksikan mencapai US$23.000, bandingkan dengan GDP per capita di tahun 2005 yang sebesar US$1.250.

Kajian yang dilakukan oleh John Hawksworth mengedepankan keunggulan kompetitif pasar, yaitu jumlah sumber daya manusia produktif yang melimpah di negara-negara BRIC-MIT selain variabel pertimbangan lainnya.

Sekalipun berbagai ketidakpastian akan berpengaruh terhadap bisa tidaknya proyeksi yang dilakukan John Hawksworth tersebut terjadi, optimisme akan makmurnya bangsa ini juga didukung oleh kajian-kajian lain misalnya yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dengan Visi Indonesia 2030, dan oleh Yayasan Indonesia Forum (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Visi_2030).

Dalam Visi 2030 dan Roadmap 2010 Industri Nasional yang dibuat oleh KADIN, dijabarkan, bahwa visi itu akan diwujudkan melalui tiga pilar utama yaitu
– pertama memperkuat kemampuan rancang bangun industri nasional dan jaringan penjualan
– kedua memperkuat industri berbasis sumber daya alam guna mencapai swasembada pangan.
– ketiga meningkatkan kreatifitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia untuk mengembangkan industri berbasis tradisi dan budaya bangsa yang berkualitas tinggi sehingga dicintai untuk digunakan sehari-hari di samping sebagai kekuatan menghadapi produk impor diera globalisasi.

Sementara itu Yayasan Indonesia Forum memproyeksikan pada tahun 2030 nanti, dengan jumlah penduduk sebesar 285 juta jiwa, PDB Indonesia bisa mencapai 5,1 triliun $US. Dengan pendapatan perkapita US$ 18.000 per tahun maka Indonesia akan berada pada posisi kelima ekonomi terbesar setelah China, India, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Untuk mencapai cita-cita dan impian ini, beberapa asumsi harus dapat tercapai, yaitu: pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62 %, laju inflasi 4,95 %, dan pertumbuhan penduduk rata-rata hanya 1,12 % per-tahun.

Kajian senada dengan kesimpulan serupa juga dilakukan oleh Goldman Sachs dalam tulisan berjudul “The N-11: More Than an Acronym”, Global Economics paper No. 153. Ulasan dan komentar terhadap tulisan tersebut yang dibuat oleh Dr. Cyrillus Harinowo dapat didownload di sini [pdf, 73kb]; atau naskah aslinya [pdf, 833Kb] dapat didownload melalui link ini. Tulisan bejudul “The N-11: More Than an Acronym” yang dibuat Goldman Sachs tersebut merupakan salah satu chapter dari buku berjudul “BRICs and Beyond” yang naskah lengkapnya dapat diakses pada web Goldman Sachs di sini.

Sebagaimana disampaikan oleh Goldman Sachs, ke sebelas negara yang masuk dalam N-11 (Next Eleven) akan ikut berperan penting di tahun 2050:

This latest paper in the series discusses how the BRICs countries have progressed. We also look at how ‘BRIClike’ other large population countries are, and present a measure to show how these, the BRICs and all the world’s economies score in terms of sustaining a healthy environment for growth. The BRICs economies do seem to be ahead of many other developing economies, both large and small.

We also present a detailed study of the prospects for another set of developing countries, a group we call the N-11—the Next Eleven. Of them, only Mexico and perhaps Korea have the capacity to become as important globally as the BRICs, although many of them have compelling potential.

Tagged with: , , ,

4 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. Adhi Resza said, on July 20, 2007 at 2:05 am

    Mas Efendi,
    Kajian yang sangat positif terutama untuk Indonesia, namun perlu diingat bahwa kita hanya punya 23 tahun (dua puluh tiga tahun saja) untuk menuju tahun 2030. Dalam kurun waktu itu ada 4 kali pemilu, dan potensi perubahan dalam peta politik di Indonesia.

    Dari pengalaman sejak reformasi bergulir thn 1998 hingga hari ini 2007 (hampir 10 tahun), negara kita hampir dikatakan tidak punya ‘cetak biru’ dalam pembangunan. Pergantian presiden dari Habibie, Gus Dur, Megawati, hingga SBY belum mampu menelorkan ‘sesuatu’ untuk kemajuan bangsa. Justru yang banyak muncul ke permukaan adalah pertikaian-demi pertikaian yang kontra produktif.

    Asumsi2 pertumbuhan ekonomi riil, laju inflasi dan pertumbuhan penduduk untuk mencapai visi Indonesia 2030 hanya bisa dicapai dengan kestabilan politik. Saya rindu bangsa ini dipimpin oleh ‘orang kuat’…..

    salam
    Resza

  2. akhyari hananto said, on March 11, 2008 at 1:32 pm

    Saya mendukung optimisme itu. Hanya satu hal yang menggelisahkan saya hal itu tidak akan tercapai. Ternyata, demokrasi kita sangat menghambat usaha usaha ke depan.

  3. Yodhia - Blog Strategi + Manajemen said, on June 4, 2008 at 2:05 am

    Kajian BRIC – MIT semacam ini mestinya yang disebarluaskan secara masif oleh media massa agar terbangun sejenis optimisme. Namun sayang, seperti sering saya tulis dalam blog saya, media sekarang melulu menebarkan “kekelaman dan kesuraman”. Bad news is good news, begitu kredo yang terus disuarakan.

    Yang terjadi lalu “self fulfilling prophecy”. Martin Seligman, pakar positive psychology yang terkenal dengan bukunya Learned Optimism, menyebutkan impak negatif dari “kekelaman yang berkelanjutan” semacam itu.

    Great post pak.

  4. budionohendrik said, on March 16, 2009 at 1:44 am

    semoga ini menjadi spirit bangsa indonesia

    trim
    budiono


Leave a comment